Thursday, January 20, 2011

KRENDET


ALAT TANGKAP KRENDET

Usaha perikanan di Indonesia telah memberikan pemasukan devisa negara yang besar. Salah satu komoditi yang menjadi unggulan Indonesia adalah udang, dimana udang telah diekspor ke negara-negara lain. Dalam rangka meningkatkan peningkatan ekonomi nelayan serta peningkatan sumbangan devisa negara maka pemanfaatan hasil perikanan yang memiliki nilai jual tinggi tersebut secara bertahap telah dikembangkan pemerintah. Hal ini dapat dilihat dengan peningkatan ekspor berupa udang segar maupun udang beku. Udang hasil tangkapan tidak hanya diperoleh dari perairan terbuka namun juga dapat diperoleh di perairan karang. Lobster merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai jual tinggi namun dalam mendapatkan hasilnya hanya melalui usaha penangkapan. Sampai saat ini para nelayan yang melakukan usaha penangkapan lobster masih bersifat perorangan dan hanya menggunakan alat tangkap sederhana, seperti tombak, pancing, bubu, dan krendet. Penangkapan lobster yang masih sederhana dan hanya merupakan pekerjaan sampingan menyebabkan pemanfaatan lobster kurang maksimal. Selain itu ada beberapa factor yang menyebabkan lobster belum terlalu diminati dalam usaha penangkapan udang karang, diantaranya adalah hamper tidak ada informasi tetang potensi udang karang di suatu perairan, tidak teratur, perkiraan beberapa perairan karang mengalami perusakan, serta masalah yang menyangkut informasi pemasaran.
Krendet adalah sebutan untuk alat tangkap pasif yang termasuk dalam alat perangkap (trap). Krendet memiliki bentuk yang bervariasi, diantaranya adalah bulat, empat persegi panjang, dan lain-lain. Krendet terdiri dari dua bagian yaitu bingkai dan jaring. Bingkai terbentuk lingkaran dari besi cor/bambu/kayu atau rotan, garis tengah bingkai 0,5 - 0,75 m dan jaring diikatkan di dalamnya yang memiliki ukuran mata jaring antara 4”-5,5” atau menggunakan ukuran yang lainnya karena pada prinsipnya dapat menjerat lobster, pada tengah-tengah kerangka diberi tali ployethelene (PE) berdiameter 1-2 mm atau jenis tali yang lain yang tahan lama. Didalam krendet diikatkan umpan berupa daging ayam ,daging hewan lain, ataupun umpan yang dapat menarik lobster agar dapat terperangkap dalam krendet tersebut. Daerah penangkapan jaring krendet adalah pada cekungan batu karang yang terkena pasang surut laut. Krendet dioperasikan dengan cara meletakkannya di dasar perairan dangkal ke dalamanan kurang lebih 1 m dan diletakkan di sela-sela terumbu karang pada saat air laut pasang dan diambil pada saat laut surut. Target penangkapan krendet yaitu udang karang, udang barong dan lobster.
Udang karang yang terperangkap biasanya dengan cara terpuntal, hal demikianlah yang menggolongkan krendet sebagai entangling net. Entangling net adalah alat tangkap berupa jaring yang berfungsi menahan ikan/udang yang melewatinya sehingga ikan tersangkut dan tidak dapat terlepas lagi, seperti halnya jaring insang (gill net) yang berjaring tunggal, trammel net yang berjaring ganda, atau jaring hanyut (drift net). Selain bentuknya yang sederhana dan mudah pembuatannya, krendet juga murah dalam hal biaya pembuatannya, karena hanya memanfaatkan jaring-jaring bekas. Hal tersebut tidak berbeda dengan penangkapan udang barong yang juga dilakukan dengan menggunakan krendet. Udang barong, lobster, maupun udang karang akan mendekati krendet dan kemudian terpuntal didalamnya. Ada pula desain krendet yang lain apabila berada di lautan yang tenang air pasang maupun surutnya yaitu menambahkan tali agak pajang agar sampai dasar dan sebuah pelampung untuk menandai terdapat krendet di daerah tersebut, selanjutnya meletakkan krendet di perairan yang dangkal (tidak ada terumbu karang).
1.1 Gambar konstruksi krendet secara satu per satu (tunggal)

Desain Alat Tangkap Krendet



1.2 Gambar konstruksi krendet secara berderet atau bersambung (model rawai)

Konstruksi Krendet
a. Jaring (webbing)
Pemotongan jaring disesuaikan dengan bentuk rangka yang dibuat, rangka dapat berbentuk lingkaran atau empat persegi panjang. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan jaring adalah jaring tidak mudah rusak/masih dalam kondisi yang baik sehingga apabila lobster tertangkap tidak mudah terlepas, menambah  1,5 – 2,5 mata jaring sebelum memasangkan pada rangka agar pada saat terpasang pada rangka posisi jaring tidak terlalu tegang/kencang sehingga daya jerat lebih baik. Dalam pemasangan webbing pada rangka disesuaikan kebutuhan pemasangan, bila satu lapis maka cukup memotong webbing lingkaran/bulat, namun apabila 2 lapis maka perlu disediakan 2 webbing lingkaran dan seterusnya.

b. Kerangka
            Hal-hal yang diperhatikan dalam pembuatan kerangka antara lain adalah bahan rangka mudah didapat, murah harganya, dapat dibentuk sesuai keinginan bentuk rangka, sebaiknya memiliki kualitas yang bagus agar awet untuk digunakan bertahun-tahun. Bahan yang digunakan antara lain besi cor, besi ezer, bambu, kayu, rotan, dan lain-lain. Bentuk kerangka dapat berupa lingkaran, empat persegi panjang, dan lain-lain. Di pantai selatan DIY bahan terbuat dari besi ezer dengan diameter besi 4 8mm, diameter rangka antara 80 100 cm, dalam membuat satu rangka krendet membutuhkan besi ezer sepanjang  2,6 – 3,3 m.

c. Tali
            Untuk membuat satu unit krendet hanya membutuhkan tali sebagai penghubung/penyambung/pengangkat sekitar 2 meter tali PE  4 –  6 mm, selain itu juga membutuhkan tali PE  1 – 2 mm atau jenis tali yang lain sepanjang diameter rangka untuk direntangkan di tengah rangka untuk memasang upan. Umpan yang digunakan antara lain berupa daging ayam ,daging hewan lain, ataupun umpan yang dapat menarik lobster agar dapat terperangkap dalam krendet tersebut.

d. Pemberat
            Pemberat dipasang cukup 1 buah seberat  0,5 kg, pemberian pemberat ditujukan agar tidak terbawa arus. Bahan pemberat dapat dari batu, koral, timah, dan lain-lain.

Pengoperasian Krendet
            Pengoperasian krendet pada dasarnya juga sederhana, namun perlu diketahui secara tepat daerah penangkapannya, waktu operasinya, jenis uman dan cara pemasangannya, cara pengoperasian alatnya, hauling (pengambilan/pengangkatan), masalah dan usaha mengatasinya, serta perawatan alat. Berdasarkan daerah penangkapannya, pengoperasian krendet di perairan berkarang yang banyak terdapat terumbu karang dan batu-batu karang ataupun pada daerah sekitar/di dekat perairan berkarang. Untuk mengetahui daerah penangkapan biasanya dapat dilihat dari peta laut atau dari nelayan yang berpengalaman. Berdasarkan waktu operasinya, krendet akan lebih berhasil bila dilaksanakan pada malam hari terutama pada saat bulan gelap karena pada siang hari lobster akan berlindung di lubang-lubang atau gua-gua karang, hal ini disebabkan karena lobster menyukai tempat-tempat terbuka ataupun perairan yang berarus kuat. Berdasarkan jenis umpan dan cara pemasangannya, krendet dipasang umpan berupa ikan-ikan rucah ( ikan cucut, ikan lidah, ikan sebelah, dan lain-lain), selain itu dapat pula menggunakan daging ayam atau daging hewan lain. Umpan dipotong-potong dan bias pula ditambah dengan kelapa dibakar sehingga menibulkan aroma yang akan menarik lobster agar dapat terperangkap dalam krendet tersebut.
            Berdasarkan cara pengoperasian alat, krendet dapat dioperasikan dengan dua cara, yaitu :
1. Pengoperasian secara satu per satu (tunggal)
            Pengoperasian secara satu per satu (tunggal) dilakukan oleh satu orang dan tidak menggunakan perahu karena dilakukan pada perairan yang dangkal dipinggir pantai, dan dasarnya berkarang. Urutan pengoperasiannya adalah sebagai berikut :
1.      Memasang pemberat setiap alat
2.      Memasang umpan secukupnya pada tali yang telah disiapkan
3.      Meletakkan alat pada fishing ground yang akan telah direncanakan
4.      Tali disangkutkan atau diikatkan pada batu karang agar tidak terbawa pasang surut air. Pemasangan (setting) sebaikknya dilakukan pada sore hari menjelang terbenamnya matahari untuk menjerat udang yang aktif pada malam hari.
2. Pengoperasian secara berderet atau bersambung (model rawai)
            Pengoperasian secara berderet dilakukan oleh 2-3 orang karena menggunakan perahu motor temple atau perahu jukung. Pengoperasian dilakukan pada perairan antara 6-50 meter karena pada perairan tersebut dasar perairannya berkarang sehingga bahitatnya disukai banyak jenis lobster. Perahu yang digunakan tidak perlu memakai kapal yang besar karena biaya yang mahal, selain itu perairan berkarang akan berbahaya dan sukar mendekati pantai. Untuk mempermudah dan mempercepat pemasangan (setting) setelah sampai daerah penangkapan maka sebelum ke laut umpan dipasang terlebih dahulu dan alat disusun serta diambung satu persatu dengan jumlah yang diinginkan. Setelah arus diketahui maka krendet dapat diturunkan yang didahului dengan menurunkan pemberat lalu melakukan pembuangan tali selambar/tali bendera atau umbul. Dalam memulai operasi penangkapan terlebih dahulu semua peralatan disusun rapi di bagian tengah perahu sebagai berikut :
1.      Memasang pelampung pada tali pelampung yang dihubungkan dengan tali pemberat dan yang telah disambung ada alat.
2.      Memasang umpan pada masing-masing alat.
3.      Menyusun alat yang telah disambung dan dipasang umpan di perahu dengan teratur dan berurutan.
4.      Menurunkan perangkat pelampung (pelampung dan tali pelampung yang sudah disambung dengan tali pemberat).
5.      Menurunkan pemberat atau jangkar yang selanjutnya disusul penurunan alat. Pada saat penurunan alat ini perahu bergerak/berjalan nundur dengan kecepatan secukupnya, lalu setelah kesemua alat diturunkan kemudian perahu berhenti dan jangkar maupun pelampung diturunkan. Kemudian alat ditinggalkan selama 1 atau 2 malam kemudian diangkat keesokan harinya.
Berdasarkan hauling (pengabilan/pengangkatan), krendet dengan pengoperasian secara satu per satu maupun bersambung pengangkatan minimal dilakukan keesokan hari setelah pemasangan alat (setelah minimal 1 malam di air). Semakin lama di dalam air (2-3 hari) hasilnya akan lebih baik namun kemungkinan besar lobster yang tertangkap sudah rusak. Agar hasil yang didapatkan tidak rusak maka sebaiknya pengangkatan dilakukan setiap satu malam dan dilakukan pengecekan, apabila hasilnya telah didapat maka segera diangkat namun apabila belum mendapatkan hasil maka alat dipasang/diturunkan kembali, demikian pula apabila terjadi kerusakan alat pada saat pengangkatan maka sebaiknya diperbaiki dahulu kerusakannya selanjutnya alat dipasang/diturunkan kembali.
Apabila dilihat berdasarkan masalah dan usaha mengatasinya maka alat tangkap krendet memiliki masalah pada kekuatan arus pada saat penangkapan lobster menggunakan krendet. Hal tersebut dikarenakan pada saat krendet terkena arus yang kuat maka kedudukan krendet tidak tepat berada di atas atau di sekitar batu karang terutama bila dioperasikan pada perairan karang atau sekitarnya yang cukup dalam sehingga fishing ground yang dikehendari menjadi berubah. Usaha yang dilakukan untuk mengatasinya yaitu menambahkan jumlah pemberat yang dipasang pada krendet atau memperbesar pemberat agar apabila krendet terkena arus yang cukup kuat, kedudukan krendet tidak berubah. Berdasarkan perawatan krendet, agar alat lebih awet atau tahan lama maka hendaknya perlu perawatan yaitu setelah operasi penangkapan selesai selanjutnya segera dibersihkan atau dicuci dengan disiram air tawar, kemudian diangin-anginkan (tanpa terkena sinar matahari langsung/terlindung). Perawatan krendet berderet atau bersambung dengan cara melepas alat satu dengan lainnya dan juga pemberat krendet, bila terdapat jarring yang rusak segera diperbaiki agar siap untuk dipakai kembali.
Hasil tangkapan dengan alat krendet yang dioprasikan dengan cara tunggal (satu persatu) maupun cara berderet atau bersambung (model rawai) antara lain :
-          Jenis batu (Panulirus penicillatus)
-          Jenis bambu pakistan/bambu coklat (Panulirus polyphagus)
-          Jenis bambu hijau/kumis putih (Panulirus versicolor)
-          Jenis mutiara (Panulirus omatus)
-          Jenis hijau pasir (Panulirus homarus)
-          Kepiting

 Perkembangan Krendet di Yogyakarta
Pada awalnya cara penangkapan udang barong yang dilakukan oleh nelayan di kawasan pantai  Gunung Kidul bersifat pasif, yaitu alat tangkap yang hanya dipasang secara diam atau menetap untuk menunggu datangnya udang barong. Hal ini disebabkan karena keadaan dasar perairan sebagai tempat hidup udang barong berbatu-batu karang, perairan tidak merata, tepi pantai sangat terjal, dan gelombang cukup besar sehingga menyebabkan alat tangkap aktif tidak dioperasikan di sepanjang pantai Gunung Kidul. Nelayan di sepanjang Gunung Kidul pada saat musim ikan biasanya mencari pendapatan melalui penangkapan ikan namun pada saat datangnya puncak musim panen lobster, mereka beralih menjadi penangkap lobster. Banyak nelayan disana memasang krendet dari lingkaran besi yang diletakkan semalaman di tepi tebing dan pada pagi atau siang hari mereka mengangkat hasil yang didapatkan, selain itu juga banyak nelayan yang menebar jarring di perairan didekat tebing.
Panen lobter pada tahun 2008 cukup melimpah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nelayan yang mencari lobster semakin banyak karena harga lobster yang cukup tinggi. Banyak nelayan dengan berkekuatan 15 PK dan 20 PK di Pelabuhan Sadeng, Pantai Baron, dan Pantai Drini telah beralih mencari lobster. Akibat yang ditimbulkan dari penangkapan secara berlebihan yang ditandai dengan sedikitnya hasil tangakapan dari tahun ke tahun yang mulai menurun karena semakin banyaknya pencari lobter di daerah-daerah tersebut. Jenis lobster yang diperoleh cukup beragam mulai dari lobster mutiara, hijau, kipas, dan batu. Panenan lobster tersebut telah berlangsung sejak satu bulan terakhir. Limpahan panenan lobster menyebabkan pedagang bisa memasok lobster setiap dua hari sekali dibandingkan tahun-tahun sebelum 2008 yang maksimal tiga hari sekali.
            Menurut salah satu nelayan di daerah Gunung Kidul menyatakan bahwa pencari lobster mengeluh rendahnya pemanenan lobster pada tahun 2008 akibat banyaknya pencari lobster di daerahnya, meskipun telah memasang 10 krendet di tebing-tebing pantai namun hasil tangakapn kurang maksimal sehingga dapat dilihat apabila sebelum tahun 2008 mendapatkan 5 ons lobster per hari maka pada saat dan setelah tahun 2008 hanya mendapatkan 2 ons per hari. Lobster biasanya dipasok ke Jakarta dalam keadaan hidup. Lobster yang telah mati tetap laku, tetapi dijual setengah harga dari lobster hidup. Lobster berukuran 3-6 ons untuk jenis mutiara dapat dijual seharga Rp 435.000, lobster batu seharga Rp 130.000, dan lobster pasir Rp 240.000 per kilogram.
            Upaya penangkapan udang karang yang tidak terkontrol dapat mengancam kelestarian dan menghancurkan potensi ekonomis yang terkandung di dalamnya. Masalah pengurasan (depletion) sumber daya perikanan denimikanoleh A.G Huntsman (1994) dalam Marahuddin dan Smith (ed) (1968). dirumuskan dalam bahasa ekonomi sebagai "keadan dimana tangkapan dibandingkan dengan upaya tidak mampu menghasilkan suatu kehidupan yang layak bagi nelayan'.Untuk menghindari kondisi demikian, perlu adanya suatu manajemen stok dan tersedianya data biologi dan ekonomi perikanan udang karang yang baik.

Penelitian tentang penggunaan dua konstruksi krendet di Perairan Wonogiri
Spiny lobster merupakan komoditi perikanan yang bernilai ekonomi tinggi. Di Perairan Nambu biota ini ditangkap menggunakan krendet dengan konstruksi berbentuk lingkaran. Berdasarkan tekstur perairan Nampu yang relatif banyak kedung memanjang, maka diujicobakanlah krendet dengan konstruksi empat persegi panjang. Ujicoba pengoperasian dua bentuk konstruksi krendet telah dilakukan di Perairan Nampu pada Bulan Juli - Agustus 2004 sebanyak 12 kali uiangan. Ujicoba ini dimaksudkan untuk mendapatkan bentuk konstruksi yang lebih banyak menghasilkan spiny lobster.
Krendet merupakan satu jenis alat penangkap spiny lobster yang banyak digunakan di wilayah selatan Pulau Jawa. Umumnya krendet berbentuk lingkaran dan cukup efektif dioperasikan di perairan yang memiliki topografi dasar tidak rata, paparan karang dan batu karang. Menurut Fridman (1988), strategi yang diperlukan untuk menangani masalah teknis yang muncul dalam aktivitas penangkapan biota laut diantaranya menentukan parameter suatu alat tangkap dengan memperhitungkan kondisi lokasi penangkapm untuk menyempurnakan konstruksi alat tangkap yang ada sesuai dengan kondisi perairan tersebut.
Nelayan di Kecarnatan Paranggupito banyak mengoperasikan krendet lingkaran di Perairan Wonogiri dengan sasaran tangkap spiny lobster. Perairan Wonogiri umumnya memiiiki kontur dasar karang dengan cekungan (kedung) sempit yang rnemanjang. Hasil pengamatan pendahuluan menunjukkan bahwa krendet lingkaran tidak dapat menutupi area kedung dengan sempurna. Oleh karena itu bentuk krendet ernpat persegi panjang patut diujicobakan dengan harapan area kedung akan tertutup lebih sempurna sehingga hasil tangkapan spiny lobster lebih banyak. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi hasil tangkapan krendet uji coba dan menentukan bentuk krendet yang lebih baik dalam menmgkap spiny lobster (Panulirus spp.) di Perairan Nmpu, Wonogiri.
Penelitian ini dilaksanakan selama 20 hari, dimulai dari tanggal 27 Juli sarnpai 16 Agustus 2004 di Perairan Nmpu Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri. Uji coba kedua bentuk krendet dilakukan di lokasi penangkapan Karangbang, karena kondisi perairan mempunyai gelombang dan arus yang tidak terlalu besar serta memiliki topografi dasar berkedung sehingga kedua macam konstruksi krendet dapat dioperasikan walau pun dalam musim paceklik. Krendet uji coba masing-masing berjumlah 10 unit (Gambar 1). Umpan yang digunakan adalah krungken (chiton). Seluruh krendet dipasang di mulut kedung, dioperasikan dengan sistem tunggal dan diiakukan sebanyak 12 kali ulangan. Data utama yang diambil berupa jumlah dan bobot hasil tangkapan spiny lobster. Selanjutnya data diolah menggunakan rancangan acak lengkap.
Hasil tangkapan kedua jenis krendet berjumlah 108 ekor dengan bobot 12.610 gram, terdiri atas 32 ekor (29,63%) dari krendet lingkaran dan 76 ekor (70,37%) krendet empat persegi panjang. Hasil tangkapan didominasi oleh Panulirus penicillatus 75 ekor, terbagi atas 26 ekor (34,67%) dari krendet lingkaran dan 49 ekor (65,33%) krendet empat persegi panjang. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap jumlah hail tangkapan spiny lobster diperoleh Fhitung yaitu sebesar 20,7969 lebih besar dari Ftabel yaitu sebesar 4,3009 maka perlakuan bentuk konstruksi krendet memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Sementara untuk bobot spiny lobster rata-rata menunjukkan hasil Fhitung13,8048 lebih besar dari Ftabel 4,3009 maka perlakuan bentuk konstruksi krendet memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot spiny lobster rata-rata. Dengan luasan yang sama terbukti bahwa krendet empat persegi panjang memperoleh hasil tangkapan spiny lobster yang Iebih banyak dibandingkan dengan krendet lingkaran. Hal ini disebabkan konstruksi krendet empat persegi panjang memiliki area hadang yang lebih besar dibandingkan dengan konstruksi krendet lingkaran jika dipasang memanjang sejajar dengan pantai.
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa bentuk krendet memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah dan bobot hasil tangkapan spiny lobster. Berdasarkan hasil tangkapan spiny lobster yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa krendet empat persegi panjang memberikan hasil tangkapan lebih banyak sehingga konstruksi krendet empat persegi panjang dapat segera digunakan oleh nelayan di Perairan Nampu, Kabupaten Wonogiri.


DAFTAR PUSTAKA
Partosuwiryo, Suwarman. 2002. Dasar-Dasar Penangkapan Ikan. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Marahuddin, F. Dan I.R. Smith. 1986. Ekonomi Perikanan. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta.
iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/24674/1/C00lfe_abstract.pd
http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=6266
http://yunisatiarahayu.blogspot.com/2008_11_01_archive.html
http://uptuppiprobolinggojatim.blogspot.com/2010_11_01_archive.html

http://eprints.undip.ac.id/12356/1/2004MSDP3149.pdf
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/25174/1/Prosiding_seminar_perikanan_tangkap-11.pdf
Load disqus comments

1 comments: