ngisi blog lagi ah....kali ini tentang sungai, makrobentos, dan gastropoda...silahkan menyimak, jangan lupa komentar dan kunjungi fb saya :)
TINJAUAN RUJUKAN
A. Ekosistem Sungai
Menurut Nontji
(1986) sungai merupakan perairan terbuka yang mengalir (lotik) yang mendapat
masukan dari semua buangan pelbagai kegiatan manusia di daerah pemukiman,
pertanian, dan industri di daerah sekitarnya. Masukan buangan ke dalam sungai akan
mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi di dalam perairan.
Perubahan ini dapat menghabiskan bahan-bahan yang essensial dalam perairan sehingga
dapat mengganggu lingkungan perairan.
Odum (1993)
menjelaskan bahwa komponen biotik dapat memberikan gambaran mengenai kondisi
fisika, kimia, dan biologi dari suatu perairan. Salah satu biota yang dapat
digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan kondisi suatu perairan
adalah hewan makrobentos. Sebagai organisme yang hidup di perairan, hewan
makrobentos sangat peka terhadap perubahan kualitas air tempat hidupnya
sehingga akan berpengaruh terhadap komposisi dan kelimpahannya. Hal ini
tergantung pada toleransinya terhadap perubahan lingkungan sehingga organisme ini
sering dipakai sebagai indikator tingkat pencemaran suatu perairan.
Kemiringan
tanah, kehilangan air dan pengalirannya. Kehilangan air disebabkan karena
penguapan dan perembesan air ke dalam tanah, sedangkan perlambatan pengaliran
disebabkan karena banyaknya tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya.Pada ekosistem
sungai, kecepatan arus merupakan faktor pembatas terpenting. Kecepatan arus
ditentukan oleh kecuraman sungai itu sendiri yang disebabkan oleh tinggi rendah
dan halus kasar dasar sungai, kedalaman serta luas badan air. Berdasarkan
kecepatan arusnya, perairan sungai dapat dibedakan menjadi daerah arus cepat
(rapid zone) dan daerah lubuk (pool zone). Pada masing-masing daerah tersebut
kehidupan biota perairannya memiliki ciri-ciri yang khas. (Probosunu, 2009)
Menurut
Sastrodinata (1980), perairan sungai dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Hulu Sungai
Sumber air berasal dari mata air dan memiliki aliran yang deras, sehingga
produsen yang dapat hidup hanyalah produsen yang dapat melekat kuat pada bebatuan.
2. Hilir Sungai
Daerah ini adalah persatuan dari beberapa anak sungai sehingga volumenya
bertambah lebih banyak daripada hulu sungai.
3. Muara Sungai
Daerah ini sering terbentuk delta karena endapan lumpur yang banyak.
Organisme konsumen sangat beraneka ragam dan sebagian besar seperti
zooplankton, remis, dan ikan.
Gerakan
air sungai adalah gerak mengalir dan alirannya tetap serta tidak beraturan.
Aliran sungai menurut Odum (1993) ditentukan oleh 3 faktor, yaitu :
1.
Arus
2.
Pertukaran tanah dan
3.
Kandungan oksigen
Menurut Odum (1993), berdasarkan tingkatan
dasar sungai, tingkat sungai dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu : mudik (upper),
batang sungai (middle), dan hulu (reach). Berdasarkan sifat yang
menunjukkan habitat ikan atau hewan air tawar, sungai dapat dibagi menjadi enam
daerah, yaitu :
1. Hulu (reach)
2. Jangkauan (riffles)
3. Kedung (pool)
4. Genangan (flow)
5. Aliran kembali (backwater)
6. Daerah
banjir (flood water)
Keadaan
sungai setiap saat berubah-ubah walaupun sungai merupakan ekosistem akuatik
yang bergerak ke satu arah, menurut Gandhakoesoema (1989) keadaan sungai
dipengaruhi oleh :
1.
Besarnya frekuensi hujan
2.
Luas, bentuk dan keadaan daerah pengaliran.
Ekosistem
sungai dihuni oleh berbagai macam organisme. Menurut Noughton (1978) penghuni
ekosistem sungai antara lain :
1.
Neuston, meliputi organisme yang aktif di permukaan.
2.
Plankton, meliputi semua organisme mikroskopik yang
melayang-layang dalam air.
3.
Nekton, meliputi berbagai organisme akuatik yang dapat
bergerak atau berenang bebas misalnya ikan.
4.
Bentos, meliputi organisme khususnya hewan yang hidup
atau aktif di dasar sungai/perairan.
5.
Peripiton, meliputi organisme yang hidup menempel pada
benda atau organisme
lain.
Dalam keadaan alami, sungai-sungai
dataran rendah memiliki konsentrasi ion-ion kimia yang rendah, pH rendah,
alkalinitas rendah dan karenanya kapasitas penyangga rendah, BOD rendah dan
konsentrasi bahan makanan rendah seperti kandungan fosfat dan nitratnya. Air
tawar memiliki kapasitas penyangga yaitu dapat mempertahankan pHnya dalam
kisaran sempit meskipun banyak cairan yang memasukinya (Whitten, 1999).
Oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen =DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk
pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi
bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam
suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil
fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Kandungan
oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak
tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut
minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (Swingle, 1968).
Suhu air merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi aktifitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan
organisme perairan. Pada umumnya
peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan mempercepat perkembang biakan
organisme perairan. Suhu air yang tinggi dapat menambah daya racun
senyawa-senyawa beracun seperti NO3, NH3, dan NH3N
terhadap hewan akuatik, serta dapat mempercepat kegiatan metabolisme hewan
akuatik. Sumber utama senyawa ini berasal dari sampah dan limbah yang
mengandung bahan organik protein (Odum, 1993).
Penurunan
pH dapat dilakukan dengan melalukan air melewati gambut (peat), biasanya yang
digunakan adalah peat moss (gambut yang berasal dari moss). bisa juga dilakukan
dengan mengganti sebagaian air dengan air yang berkesadahan rendah, air hujan
atau air yang direbus, air bebas ion, atau air suling (air destilata). Selain
itu bisa juga dapat dilakukan dengan menambahkan bogwood kedalam
akuairum. Bogwood adalah semacam kayu yang dapat memliki kemampuan
menjerap kesadahan. Sama fungsinya seperti daun ketapang, kayu pohon asam
dan sejenisnya (Anonim, 2009)
B. Gastropoda
Molluska
air tawar dapat dibedakan menjadi dua kelompok utama, yaitu Gastropoda dan
Pelecypoda. Gastropoda (Y; Gaster = perut. podos = kaki) memiliki cangkang
asimetri, biasanya menggulung seperti ulir memutar kekenan. Hewan ini memiliki
cangkang, kakinya besar dan lebar untuk merayap di batu atau mengeduk pasir
atau lumpur (Radiopoetro 1981).
Salah
satu organisme yang hidup pada perairan sungai adalah gastropoda. Gastropoda merupakan
salah satu organisme bentos yaitu organisme yang hidup dan aktif pada dasar
sungai. Invertebrata makro merupakan jenis hewan bentos yang relatif mudah
diidentifikasi dan peka terhadap lingkungan perairan, kelompok ini dikenal
dengan makrobentos (Rosenberg dan Resh 1993). Bentos itu sendiri yaitu
organisme yang melekat/ beristirahat pada dasar/ hidup di dasar endapan. Bentos
merupakan kelompok organisme penting yang banyak terdapat di tempat-tempat yang
relatif tidak terganggu (Odum1993).
Ciri-ciri
dari gastropoda yaitu memiliki cangkang (kecuali siput telanjang) dengan bentuk
seperti kerucut terpilin ke kiri dan ke kanan, tubuhnya simetris, ketika larva
berbentuk simetris bilateral, ketika dewasa berbentuk simetris radial, pada
bagian kepala terdapat mulut dengan gigi kitin, tentakel satu pasang, mata,
bersifat hermaprodite, dan memiliki peredaran darah terbuka (Anonim 2002).
Kelas
Gastropoda lebih umum dikenal dengan keong. Beberapa jenis keong mempunyai
lempeng keras dan bundar berzat kapur atau berzat tanduk di bagian belakang
kakinya. lempeng ini yang disebut operculum dapat menjadi sumbat penutup lubang
cangkang yang amat ampuh untuk melindingi tubuhnya yang lunak. Untuk mencari
makan, beberapa keong mempunyai parur (radula) yang digunakan untuk mengeruk
alga yang menempel pada bebatuan. Adapula yang memakan alga besar dan sebagian
lagi menelan lumpur-lumpur permukaan untuk menyerap partikel-partikel organik
(Nontji 1993).
Kehidupan gastropoda sangat dipengaruhi
oleh aliran sungai. Aliran yang lambat memiliki kandungan bahan organik dasar
yang tinggi dengan jumlah fauna yang banyak. Biasanya makrobentos banyak
ditemukan di pinggiran sungai karena daerah tersebut banyak mendapat masukan
bahan makanan yang berupa bahan organik (Barnes and Mann 1980).
C. Makrobentos
Organisme
air berdasarkan bentuk kehidupan atau kebiasaan hidupnya terdiri atas bentos,
periphyton atau aufwucns, plankton, nekton, dan neuston (Odum 1993).
Makrozoobentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di
dasar perairan. Montagna et all.(1989) menyatakan bahwa dalam ekosistem
perairan, makrozoobentos berperan senagai salah satu mata rantai penghubung
dalam aliran energi dan siklus alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi.
Keberadaan
hewan bentos pada suatu ekosistem perairan, sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan biotik dan abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya
adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos.
Faktor abiotik yang berpengaruh yaitu fisik-kimia air yang diantaranya: suhu,
kecepatan arus, oksigen terlarut (Disolved
oxygen), kebutuhan oksigen biologi (Biological
oxygen disolved) dan kimia (Chemical
oxygen disolved) serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat
dasar. (Allard and Moreau 1987; APHA 1952).
Barnes
dan Hughes (1999) dan Nybakken (1997) menyatakan bahwa berdasarkan
keberadaannya di perairan, maka makrozoobentos dapat dibagi menjadi dua bagian.
Makrozoobentos yang hidupnya merayap di permukaan dasar perairan disebut
epifauna, contohnya Crustacea dan larva serangga. Sedangkan makrozoobentos yang
hidup pada substrat lunak di dasar lumpur disebut infauna, misalnya Bivalve dan
Polychaeta.
Sebagai organisme dasar perairan, bentos
mempunyai habitat yang relatif tetap. Oleh karena sifatnya yang demikian,
perubahan-perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat
mempengaruhi komposisi maupun kelimpahannya.
Komposisi maupun kelimpahan makrobentos bergantung pada toleransi atau
sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan.
Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat
dengan cara penyesuaian diri pada struktur komunitas. Lingkungan yang relatif
stabil, komposisi dan kelimpahan makrobentos relatif tetap (APHA 1952).
DAFTAR PUSTAKA
Allard, M. and G. Moreau. 1987. Effect of Experimental acidification On Lotic
Macroinvertebrata Community. Hydrobiologia 144 : 37-49.
Anonim. 2009. Parameter Air. (www.o-fish.com/parameter air). Diakses pada tanggal
23 Maret 2009 pukul 19.30 WIB.
Anonim. 2002. Biologi, seri buku intisari. Bimbingan Belajar Gilland Ganesha. Palembang.
APHA. 1952. Standart Methods For The Examination of Water And Waste Water. 18th
edition. Washington.
Barnes, R.S.K. and K.H. Mann, 1980. Fundamental of Aquatic Ecosystem. Blackwell
Scientific Publication, Oxford.
Barnes, R. S. K. and R. N. Hughes. 1999. An Introduction to Marine Ecology. 3rd edition.
Blackwell Science Ltd. London.
Gandhakoesoema, R. 1989. Irigasi. Penerbit Sumur Bandung. Bandung.
Montagna, P. A., J. E. Bauer, D. Hardin and R. B. Spies.1989. Vertical Distribution of
Microbial and Metafaunal Populations in Sediments of Natural Coastal
Hydrocarbon Seep. Journal of Marine Science.
Nontji, A. (1986). Rencana Pengembangan Puslitbang Limnologi. LIPI pada Prosiding
Expose Limnologi dan Pembangunan. Bogor.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Noughton, M.C.1978.Ekologi Umum.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Nybakken, J. W., 1997. Marine Biology an Ecologycal Approach. 4th edition. Addison
Wesley Longinan, Inc. New York.
Odum, E.P. (1993). Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Alih Bahasa : Samingan,
T.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Probosunu, N. 1999. Buku Asistensi dan Petunjuk Praktikum Ekologi Perairan.
Laboratorium Ekologi Perairan. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Radiopoetro. 1981. Zoologi. Djambatan, Jakarta.
Rosenberg, D. M. and V. H. Resh.1993. Freshwater Biomonitoring and Benthic
Macroinvertebrates. Chapman and Hall. New York.
Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara
Karang dan Teluk Banten. P3O - LIPI hal 42 – 46.
Sastrodinata, S. 1980. Biologi Umum II. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Swingle, H.S. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and Pond
Muds. F.A.O. Fish, Rep. 44, 4 , 379 - 406 pp.
Whitten, Tonny. 1999. The Ecology of Java and Bali. Daulhause University Halfat.
Nasha Canadian International Development Agency.
Allard, M. and G. Moreau. 1987. Effect of Experimental acidification On Lotic
Macroinvertebrata Community. Hydrobiologia 144 : 37-49.
Anonim. 2009. Parameter Air. (www.o-fish.com/parameter air). Diakses pada tanggal
23 Maret 2009 pukul 19.30 WIB.
Anonim. 2002. Biologi, seri buku intisari. Bimbingan Belajar Gilland Ganesha. Palembang.
APHA. 1952. Standart Methods For The Examination of Water And Waste Water. 18th
edition. Washington.
Barnes, R.S.K. and K.H. Mann, 1980. Fundamental of Aquatic Ecosystem. Blackwell
Scientific Publication, Oxford.
Barnes, R. S. K. and R. N. Hughes. 1999. An Introduction to Marine Ecology. 3rd edition.
Blackwell Science Ltd. London.
Gandhakoesoema, R. 1989. Irigasi. Penerbit Sumur Bandung. Bandung.
Montagna, P. A., J. E. Bauer, D. Hardin and R. B. Spies.1989. Vertical Distribution of
Microbial and Metafaunal Populations in Sediments of Natural Coastal
Hydrocarbon Seep. Journal of Marine Science.
Nontji, A. (1986). Rencana Pengembangan Puslitbang Limnologi. LIPI pada Prosiding
Expose Limnologi dan Pembangunan. Bogor.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Noughton, M.C.1978.Ekologi Umum.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Nybakken, J. W., 1997. Marine Biology an Ecologycal Approach. 4th edition. Addison
Wesley Longinan, Inc. New York.
Odum, E.P. (1993). Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Alih Bahasa : Samingan,
T.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Probosunu, N. 1999. Buku Asistensi dan Petunjuk Praktikum Ekologi Perairan.
Laboratorium Ekologi Perairan. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Radiopoetro. 1981. Zoologi. Djambatan, Jakarta.
Rosenberg, D. M. and V. H. Resh.1993. Freshwater Biomonitoring and Benthic
Macroinvertebrates. Chapman and Hall. New York.
Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara
Karang dan Teluk Banten. P3O - LIPI hal 42 – 46.
Sastrodinata, S. 1980. Biologi Umum II. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Swingle, H.S. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and Pond
Muds. F.A.O. Fish, Rep. 44, 4 , 379 - 406 pp.
Whitten, Tonny. 1999. The Ecology of Java and Bali. Daulhause University Halfat.
Nasha Canadian International Development Agency.
0 comments