kali ini sharing "TinPus sampai DaPus" praktikum ekologi perairan tentang Variasi Antar Individu. dah lupa sih semester berapa.he...
II. TINJAUAN PUSTAKA VARIASI ANTAR INIDIVIDU
Keanekaragaman hayati didefinisikan sebagai kekayaan hidup di bumi, jutaan tumbuhan, hewan dan mikroorganisme, genetika yang dikandungnya menjadi lingkungan hidup. Keanekaragaman hayati pada tingkat spesies mencakup seluruh organisme di bumi, dari makhluk hidup di tingkat terendah sampai tertinggi. Skala yang lebih kecil mencakup variasi genetic, diantara populasi yang terpisah secara geografis antara individu di dalam suatu populasi (Primack, 1997).
Keanekaragaman dari suatu populasi yang sama dapat terjadi jika sebagian dari spesies tersebut terpisah dan terisolasi kedalam suatu lingkungan yang baru, sehingga dapat terbentuk suatu spesies baru yang berbeda dari spesies awalnya (Orians, 1969). Adaptasi merupakan suatu proses evolusi kondisi lingkungan tertentu dan sifat genetik yang membuat sifat organisme menjadi lebih mampu untuk bertahan hidup. Aklimasi merupakan modifikasi sifat fenotip organisme oleh lingkungan (McNaughton, 1973).
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang / berat dalam waktu tertentu. Pertumbuhan merupakan proses biologis yang komplek yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang paling utama antara lain adalah faktor dari dalam dan faktor dari luar (Effendie, 1997). Berbeda dengan faktor dari luar seperti makanan dan suhu perairan, faktor dalam yang meliputi keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, dan penyakit umumnya lebih sulit dikontrol. (Effendie, 1979).
Perbedaan seperti berat, panjang, dan tinggi yang terdapat pada spesies ikan biasanya disebut variasi antar individu. Populasi organisme yang hidup pada suatu habitat akan sama persis atau bersifat identik. Keragaman merupakan fenomena normal yang terjadi pada organisme, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan (Odum, 1993). Menurut Ewusie (1990), keanekaragaman bisa diartikan sebagai keadaan yang berbeda atau yang memiliki beberapa perbedaan dalam bentuk dan sifat. Untuk daerah tropis keanekaragaman dapat dilihat dari dua lingkaran, yaitu jumlah besar spesies dalam bentuk kehidupan serupa, dan kehadiran banyak spesies dengan wujud kehidupan yang sangat berbeda. Keanekaragaman organisme adalah baik dan memiliki nilai intrinsik, spesies memiliki nilai tersendiri tanpa mempedulikan nilai materinya bagi masyarakat. Keanekaragaman spesies mewakili adaptasi evolusi dan ekologi suatu spesies pada lingkungan tertentu (Primack, 1997).
Keanekaragaman hayati didefinisikan sebagai kekayaan hidup di bumi, jutaan tumbuhan, hewan dan mikroorganisme, genetika yang dikandungnya menjadi lingkungan hidup. Keanekaragaman hayati pada tingkat spesies mencakup seluruh organisme di bumi, dari makhluk hidup di tingkat terendah sampai tertinggi. Skala yang lebih kecil mencakup variasi genetic, diantara populasi yang terpisah secara geografis antara individu di dalam suatu populasi (Primack, 1997).
Keanekaragaman dari suatu populasi yang sama dapat terjadi jika sebagian dari spesies tersebut terpisah dan terisolasi kedalam suatu lingkungan yang baru, sehingga dapat terbentuk suatu spesies baru yang berbeda dari spesies awalnya (Orians, 1969). Adaptasi merupakan suatu proses evolusi kondisi lingkungan tertentu dan sifat genetik yang membuat sifat organisme menjadi lebih mampu untuk bertahan hidup. Aklimasi merupakan modifikasi sifat fenotip organisme oleh lingkungan (McNaughton, 1973).
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang / berat dalam waktu tertentu. Pertumbuhan merupakan proses biologis yang komplek yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang paling utama antara lain adalah faktor dari dalam dan faktor dari luar (Effendie, 1997). Berbeda dengan faktor dari luar seperti makanan dan suhu perairan, faktor dalam yang meliputi keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, dan penyakit umumnya lebih sulit dikontrol. (Effendie, 1979).
Perbedaan seperti berat, panjang, dan tinggi yang terdapat pada spesies ikan biasanya disebut variasi antar individu. Populasi organisme yang hidup pada suatu habitat akan sama persis atau bersifat identik. Keragaman merupakan fenomena normal yang terjadi pada organisme, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan (Odum, 1993). Menurut Ewusie (1990), keanekaragaman bisa diartikan sebagai keadaan yang berbeda atau yang memiliki beberapa perbedaan dalam bentuk dan sifat. Untuk daerah tropis keanekaragaman dapat dilihat dari dua lingkaran, yaitu jumlah besar spesies dalam bentuk kehidupan serupa, dan kehadiran banyak spesies dengan wujud kehidupan yang sangat berbeda. Keanekaragaman organisme adalah baik dan memiliki nilai intrinsik, spesies memiliki nilai tersendiri tanpa mempedulikan nilai materinya bagi masyarakat. Keanekaragaman spesies mewakili adaptasi evolusi dan ekologi suatu spesies pada lingkungan tertentu (Primack, 1997).
I. Pembahasan
1. Karakteristik ikan uji
a. Ikan Tawes ( Puntius javanicus)
Ikan tawes adalah ikan peliharaan yang
berasal dari sungai. Ciri-ciri morfologi tawes berwarna abu-abu keputihan,
sisiknya putih dan berwarna lebih gelap. Badannya pipih kesamping (Compressed) dan memanjang dengan bentuk
punggung seperti busur. Mulutnya runcing dan agak ditengah, kecil, dan
mempunyai dua pasang sungut yang sangat kecil. Ikan tawes memiliki sirip ekor,
sirip punggung, sirip dubur, dan sirip ekor (Anonim, 2007).
Menurut Saanin
(1968) ikan tawes dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum :Chordata
Kelas :Pisces
Ordo : Osteriophysi
Familia:Cprinidae
Genus :Puntius
Spesies:Puntius javanicus
b.
Ikan Nila merah (Oreochromis sp.)
Ikan nila mempunyai kepala yang relatif
besar jika dibandingkan dengan tubuhnya. Tubuh ikan nila panjang dan ramping,
mempunyai panjang tidak lebih dari 40 cm. Tubuh, sirip ekor, sirip punggung,
dan sirip perut bergaris-garis tegak lurus dengan siripnya. Perbandingan antara
panjang total dan tinggi tubuh ikan betina 3:1, sedangkan ikan nila jantan 2:1.
Mempunyai mata yang besar dan menonjol, bagian tepi mata berwarna putih, badan
relatif tebal dan kekar. Toleransi ikan ini sangat besar terhadap salinitas .
Tidak hanya hidup di perairan air tawar, ikan ini juga ditemukan hidup dan
berkembang pesat pada perairan air tawar seperti tambak. Ikan nila adalah
pemakan plankton perifion atau tumbuhan
air yang lunak, bahkan cacing juga merupakan salah satu makanannya
(Cahyono,2000). Warna tubuh ikan kemerahan. Ikan nila mempunai garis ventral
9-11 buah garis pada sirip ekor. Garis lateralis terputus dan dilanjutkan
dengan garis yang terletak lebih bawah.
Nila merah
(Orechromis sp.) merupakan jenis
introduksi dari Taiwan yang didatangkan ke Bogor pada tahun 1969. Nama Nila ditetapkan
oleh Direktorat jendral Perikanan pada tahun 1972, diambil dai nama ilmiah ikan
ini yaitu Niloeica yang diubah menjadi Nila (Jangkaru dkk. 1991). Nila merah
mulai dikenl di Indonesia
pada tahun 1981 (Anonim, 1988).
Kondisi perairan yang sesuai untuk
pertumbuhan nila merah yaitu perairan dengan kepadatan plankton dan perifiton
yang cukup, pH 6,5-9, oksigen terlarut 3 ppm, CO2 bebas kurang dari
10 pm, kekeruhan air 25-30 ppm, dan alkalinitas 50-500 ppm ekuivalen CaCO3,(Anonim,1998).
Suhu air yang optimal untuk pertumbuhan ikan golongan Oreochromis berkisar
antara 25-35°C (Anonim, 1989). Nila merah mempunyai sirip berjari-jari keras
dan lemah serta bersisik clenoid (Sihotang, 1980). Sirip punggung memiliki
rumus (XV,10), sirip perut (VI,6), dan sirip ekor (II,15) (Anonim, 1991).
Menurut Saanin (1968), Nila merah
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum :
Chordata
Sub filum :
Vertebrata
Kelas :
Oetoichthyas
Sub kelas :
Acanthoptarigii
Ordo :
Parcomorphi
Sub ordo :
Parcoidea
Familia :
Cichlidan
Genus :
Oreochromis
Spesies : Oreochromis sp.
2. Pembahasan perspesies
a.
Ikan Tawes (Puntius
javanicus)
Menurut perhitungan
yang dilakukan terhadap data perbandingan antara panjang baku dan tinggi diperoleh nilai mean = 2,826,
modus = 2,804, standar deviasi = 1,1189. Nilai mean= 2,826 merupakan rata-rata
dari perhitungan distribusi frekuensi perbandingan PB/T. Pada ikan tawes nilai
tersebut terdapat pada kelas interval 2,763- 3,008. Nilai mean menunjukkan
bahwa rata-rata spesies (Puntius javanicus) yang diamati memiliki nilai
panjang baku
2,826 kali lebih panjang dari tinggi tubuh sehingga dapat disimpulkan bentuk
tubuh ikan tawes memanjang.
Nilai modus sebesar
2,927 menunjukkan nilai perbandingan antara panjang baku dan tinggi tubuh spesies Puntius javanicus yang paling sering
muncul pada kisaran 2,927. Nilai sekian terdapat pada interval 2,763-3008. Hal
tersebut menunjukkan bahwa 2,927 adalah ukuran dominan pada sample data ikan
tawes.
Nilai standar
deviasi yang diperoleh 1,1189. Nilai standar deviasi adalah ukuran sebaran
varian standar dari perbandingan tinggi tubuh dengan panjang baku. Kisaran sebaran variasi dinyatakan
dengan rumus µ ± Sd. Nilai sebaran tersebut adalah 2,826 ± 1,1189 artinya nilai
sebaran atau variasi ikan tawes sekitar 1,707 – 3,944.
Hasil olah data
menghasilkan nilai korelasi = 0,9215, perhitungan uji t pada tingkat
kepercayaan 95% dan a = 5% didapat
nilai thit PB Vs T sebesar 12, 3288 dan nilai ttabel
sebesar 1,701 maka menunjukkan bahwa t hit > t table sehingga
Hi diterima dan Ho ditolak. Hi diterima berarti ikan yang memiliki panjang baku yang panjang akan
diikuti oleh pertambahan tinggi ikan, maka pada PB Vs SH terdapat beda nyata.
Beda nyata berarti terdapat hubungan yang selalu berbanding lurus antara 2 hal
yang dibandingkan dengan pengamatan, maka antara panjang baku dan tinggi tubuh ikan memiliki hubungan
yang berbanding lurus. Semakin besar panjang baku seekor ikan akan diikuti oleh tubuh ikan
tersebut yang semakin tinggi.
b. Ikan
Nila merah (oreochromis sp.)
Menurut perhitungan
yang dilakukan terhadap data perbandingan antara panjang baku dan tinggi diperoleh nilai mean =
2,5527, modus = 2,6106, standar deviasi = 0,875. Nilai mean = 2,5527 merupakan
rata-rata dari perhitungan distribusi frekuensi perbandingan PB/T. Pada ikan
nila. Nilai tersebut terdapat pada kelas interval 2,763- 3,008. Nilai mean
menunjukkan bahwa rata-rata nilai ratio perbandingan panjang baku dan tinggi tubuh 29 ekor ikan nila merah
yang didapat saat pengamatan. Nilai mean = 2,5527 menunjukkan bahwa rata-rata
spesies Oreochromis sp. yang diamati
memiliki nilai panjang baku
2,5527 kali lebih panjang dari tinggi tubuh sehingga dapat disimpulkan bentuk
tubuh ikan nila memanjang.
Nilai modus sebesar
2,6106 menunjukkan nilai yang paling sering muncul pada data adalah 2,6106 dan
berada pada interval 2,763-3008. Hal tersebut menunjukkan bahwa 2,6106 adalah
ukuran dominan pada sample data ikan nila merah.
Nilai standar
deviasi yang diperoleh 0,875, nilai
standar tersebut menunjukkan besarnya penyebaran nilai data perbandingan antara
panjang baku dan tinggi tubuh pada 29 ekor ikan nila merah.deviasi adalah
ukuran sebaran varian standar dari perbandingan tinggi tubuh dengan panjang
baku. Kisaran sebaran variasi dinyatakan dengan rumus µ ± Sd. Nilai sebaran
tersebut adalah 2,5527 ± 0,875 artinya nilai sebaran atau variasi ikan nila
merah sekitar 1,677- 3,409.
Hasil olah data menunjukkan
nilai korelasi = 0,9425, perhitungan uji t pada tingkat kepercayaan 95% dan a = 5% didapat nilai thit PB
Vs T sebesar 14,6538 dan nilai ttabel sebesar 1,701 maka menunjukkan
bahwa t hit > t table sehingga Hi diterima dan Ho
ditolak. Hi diterima berarti ikan yang memiliki panjang baku yang panjang akan diikuti oleh
pertambahan tinggi ikan, maka pada PB Vs SH terdapat beda nyata. Beda nyata
berarti terdapat hubungan yang selalu berbanding lurus antara 2 hal yang
dibandingkan dengan pengamatan, maka antara panjang baku dan tinggi tubuh ikan memiliki hubungan
yang berbanding lurus. Semakin besar panjang baku seekor ikan akan diikuti oleh tubuh ikan
tersebut yang semakin tinggi.
3. Pembahasan Antar Spesies
Keanekaragaman
spesies dalam sebuah populasi ditunjukkan pada nilai mean dan standar deviasi.
Perbandingan nilai mean antara ikan tawes dan ikan nila merah adalah 2,826 dan
2,5527. Berdasarkan nilai tersebut maka ikan tawes cenderung lebih panjang
dibandingkan dengan ikan nila merah.
Perbandingan nilai
standar deviasi pada ikan nila tawes dan ikan nila merahdapat dilihat dari data
yaitu 1,1189 dan 0,875 sehingga perbandingan tersebut dapat dijadikan acuan
dalam menentukan keanekaragaman antar spesies. Dari perhitungan data dapat
disimpulkan bahwa ikan tawes memiliki keanekaragaman yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan nila merah.
Faktor yang dapat
mempengaruhi keanekaragaman antar spesies, yaitu faktor genetik dan faktor
lingkungan. Beberapa faktor lainnya adalah faktor umur, jenis ikan, keturunan,
serta jenis kelamin.
II. KESIMPULAN
1. Variasi antar individu dalam satu spesies
dipengaruhi oleh faktor genetic (keturunan) dan faktor lingkungan (faktor fisika,
kimia, biologi, dan persaingan makanan)
2. Variasi antar spesies lebih terlihat dalam
hal bentuk, yaitu morfologi ikan tawes lebih panjang dari ikan nila merah
3. Ikan tawes memiliki keanekaragaman yang lebih
tinggi dibandingkan ikan nila merah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Puntius javanicus. <http:// www.fishbase.org>. Diakses 2 Februari
Effendie, M.I.
1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara
Mcnaughton,S.J.
1973. General Ecology. Second
edition. Saunders Colledge Publishing
Odum, E.P. 1993. Dasar-
Dasar Ekologi. Edisi III. Yogyakarta ; Gadjah Mada Unversity press
Primack, R.B.
1997. A Primer of Conversation Biology. S. Inaver Assosiated Inc.
Saanin, H. 1995. Taksonomi
dan identifikasi Ikan jilid 1 dan 2. Bina cipta, Jakarta
Sastrapradja,
Didin S. 1989. Keanekaragaman Hayati
Untuk Kehidupan Bangsa. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi LIPI, Bogor.
0 comments